METODE TAFSIR AL-QUR’AN
Menafsirkan Al-Qur’an sama halnya dengan menjelaskan maksud Alloh ta’ala yang Dia kehendaki dalam firman-Nya. Sehingga tidak boleh hukumnya menafsirkan Al-Qur’an tanpa ilmu, karena termasuk berkata atas nama Alloh dengan tanpa ilmu.
Metode Tafsir Al-Qur’an yang benar sebagaimana disepakati oleh para ‘ulama Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah yaitu :
1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, contoh :
Firman Alloh ta’ala :
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَ لاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Ketahuilah sesungguhnya para wali Alloh itu tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” ( Qs. Yunus : 62 )
Siapakah wali Alloh yang dimaksud dalam ayat ini ? Ayat yang selanjutnya menafsirkannya :
الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ كَانُوْا يَتَّقُوْنَ
“Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertaqwa.” ( Qs. Yunus : 63 )
2. Tafsir Al-Qur’an dengan As-Sunnah ( Hadits ), contoh :
Firman Alloh ta’ala :
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَ الصَّلاَةِ الْوُسْطَى
“Jagalah oleh kalian sholat-sholat dan sholat wushtho.” ( Qs. Al-Baqoroh : 238 )
Apakah sholat wushtho itu ? Rosululloh saw bersabda :
شَغَلُوْنَا عَنْ الصَّلاَةِ الْوُسْطَى حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ مَلأَ اللَّهُ قُبُوْرَهُمْ وَبُيُوتَهُمْ
“Mereka telah menjadikan kita lalai dari sholat wushtho, yaitu sholat ‘ashr sampai matahari tenggelam, semoga Alloh memenuhi kuburan dan rumah mereka dengan api.” ( HR. Ahmad, Muslim dll )
3. Tafsir Al-Qur’an dengan penafsiran Shahabat, contoh :
Firman Alloh ta’ala :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“Pada hari ada wajah yang putih berseri dan ada pula wajah yang hitam muram.” ( Qs. Ali ‘Imron : 106 )
Berkata Ibnu ‘Abbas ra : “Wajah yang putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Wajah yang hitam muram adalah Ahlul-Bida’ wadh-Dholalah.” ( AR. Ibnu Abi Hatim )
4. Tafsir Al-Qur’an dengan penafsiran Tabi’in, contoh :
Firman Alloh ta’ala :
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
“Katakan : Aku berlindung dengan Tuhannya falaq.” ( Qs. Al-Falaq : 1 )
Berkata Mujahid : “Al-Falaq yaitu Shubuh.” ( AR. Al-Bukhori )
5. Tafsir Al-Qur’an dengan ketentuan makna bahasa dan istilah.
Firman Alloh ta’ala :
لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ
“Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan.” ( Qs. Al-Ikhlash : 3 )
Secara bahasa maupun istilah agama makna ayat tersebut adalah Alloh tidak memiliki anak dan tidak memiliki orang tua yang melahirkannya.
Namun bila ada pertentangan antara makna bahasa dengan istilah syari’ah, maka yang didahulukan adalah makna menurut istilah syari’ah ( agama ) karena Al-Qur’an datang untuk menjelaskan syari’at ( agama ), bukan menjelaskan bahasa. Contoh :
وَ أَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ
“Tegakkanlah Sholat, karena sholat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” ( Qs. Al-‘Ankabut : 45 )
Sholat menurut bahasa artinya “ berdo’a ”, sedangkan sholat menurut istilah syari’ah berarti ibadah yang diawali takbirotul-ihrom dan diakhiri dengan salam dengan tata cara yang tertentu. Makna SHOLAT di ayat ini berarti sholat menurut istilah.
Kecuali bila ada keterangan yang menunjukkan bahwa makna bahasa yang dikehendaki, contoh :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَ تُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَ اللَّهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah dari harta mereka shodaqoh ( zakat ) yang kamu bisa membersihkan dan mensucikan mereka dengannya, dan bacalah sholat ( sholawat ) untuk mereka, karena sholat ( sholawat )-mu adalah ketenangan bagi mereka, dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( Qs. At-Taubah : 103 )
Sholat dalam ayat ini bermakna do’a, bukan sholat menurut istilah syari’ah, karena berdasarkan hadits Nabi saw :
كَانَ النَّبِيُّ  إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَتِهِمْ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ فُلاَنٍ
“Adalah Nabi saw bila ada suatu kaum yang datang membawa shodaqoh ( zakat ) mereka, beliau berdo’a : “Ya Alloh, curahkan sholawat atas keluarga si-fulan.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dll )

Tafsir Al-quran

TAFSIR AL-QUR’AN
Tafsir Al-Qur’an yaitu penjelasan makna-makna Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an diperlukan dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Nabi saw juga diperintahkan untuk mengajarkan Tafsir Al-Qur’an kepada para Shahabat ra , sebagaimana firman Alloh ta’ala :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Adz-Dzikr ( yakni Al-Qur’an ) agar kamu menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka menjadi ingat.” ( Qs. An-Nahl : 44 )
Demikian para Shahabat ra belajar Al-Qur’an dari Nabi saw tidak hanya bunyi lafazhnya saja, namun juga ilmu ( tafsir )-nya dan pengamalannya.

Anda Pengunjung ke :